Senin, 14 September 2020

Sanksi Pelanggar PSBB DKI Jakarta Apakah Efektif? Ini Kata Epidemiolog



DKI Jakarta kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat. Hari pertama  PSBB Jakarta dimulai hari ini, Senin (14/9/2020).

Pemberlakuan kembali PSBB ini dilatarbelakangi oleh lonjakan kasus dalam beberapa hari terakhir serta ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang semakin menipis.

Dalam peraturan  PSBB terbaru terdapat sejumlah sanksi telah disiapkan bagi para pelanggar PSBB, baik berupa kerja sosial maupun denda maksimal Rp 1 juta.

Peraturan sanksi terhadap pelanggaran protokol kesehatan akan ditambah dengan mekanisme sanksi progresif terhadap pelanggaran berulang berdasarkan Pergub Nomor 79 Tahun 2020.

Berikut beberapa sanksi pelanggaran protokol kesehatan:

Pelanggaran pemakaian masker

  • Tidak memakai masker 1 kali: kerja sosial 1 jam atau denda Rp 250.000
  • Tidak memakai masker 2 kali: kerja sosial 2 jam atau denda Rp 500.000
  • Tidak memakai masker 3 kali: kerja sosial 3 jam atau denda Rp 750.000
  • Tidak memakai masker 4 kali: kerja sosial 4 jam atau denda Rp 1.000.000

Pengaturan pelaku usaha terkait protokol kesehatan

Ditemukan kasus positif: dilakukan penutupan paling sedikit 1x24 jam untuk penyemprotan disinfektan

  • Melanggar protokol kesehatan 1 kali: penutupan paling lama 3x24 jam
  • Melanggar protokol kesehatan 2 kali: denda administratif Rp 50.000.000
  • Melanggar protokol kesehatan 3 kali: denda administratif Rp 100.000.000
  • Melanggar protokol kesehatan 4 kali: denda administratif Rp 150.000.000
  • Terlambat membayar denda lebih dari 7 hari: pencabutan izin usaha

Apakah efektif? 

Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, sanksi tersebut akan berpengaruh pada kepatuhan warga jika diterapkan secara tegas.

"Bila penerapannya tegas, tidak pandang bulu dan konsisten tentu akan ada pengaruhnya," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (14/9/2020).

Tak hanya itu, penerapan sanksi juga harus dikomunikasikan kepada publik sebagai informasi dan edukasi.

Sebab, penerapan sebuah aturan baru memerlukan komunikasi dan sosialisasi yang jelas dan tepat, sehingga tidak diterjemahkan secara berbeda.

"Seperti pelanggar memakai masker, harus juga dipastikan bahwa masker tersebut dipakai secara benar. Atau pelanggar protokol juga bukan hanya di cafe, tetapi juga termasuk di perkantoran atau institusi baik pemerintaha, BUMN, dan swasta," jelas dia.

"Jadi tidak ada kesan pilih-pilih, karena semua perlu mematuhi," lanjutnya.

Keterlibatan semua pihak

Untuk penerapan PSBB ketat jilid II ini, Dicky berharap keterlibatan secara aktif semua pihak, baik pemerintah pusat hingga daerah penyangga DKI Jakarta, BUMN maupun masyarakat.

Menurut dia, semua pihak harus memahami bahwa penerapan PSBB hanya strategi tambahan untuk mempercepat penurunan kasus dan meringankan beban rumah sakit.

Dengan pemahaman demikian, semua pihak akan tetap membatasi diri dalam beraktifitas selama dan sesudah PSBB serta tetap menerapkan protokol kesehatan.

Terkait diizinkannya 25 persen pegawai bekerja di kantor, Dicky meminta agar karyawan terlebih dahulu dilakukan skrining.

Hal itu dilakukan demi memastikan bahwa karyawan yang beraktivitas di kantor benar-benar tidak membawa virus corona.

"Adanya pembatasan 25 persen pegawai yang bekerja di kantor, juga harus di skrining terlebih dahulu dengan diagnostic test, baik rapid tes antigen maupun PCR yang dilakukan kantor masing-masing secara mandiri," papar dia.

"Sehingga yang masuk dan beraktifitas di kantor dan bepergian dengan transportasi umum adalah orang-orang yang memang terdeteksi negatif," jelas Dicky.

Dengan sejumlah langkah itu, Dicky berharap bahwa PSBB ketat kedua di Jakarta ini akan berdampak besar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Wali Kota Resmikan Penggunaan Pintu Air Phb Pondok Bambu

  Wali Kota Administrasi Jakarta Timur, M. Anwar, menghadiri temu warga RW 011 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Minggu (12/2/2...